#Lamban Penanganan Kasus Pelecehan Siswi Difabel#
Kendari,medianusantaranews-com-Ketua Pengurus Koordinasi Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Sulawesi Tenggara, Awaludin Sisila dalam keterangan perss mendesak Kapolri segera copot Kapolda Sulawesi Tenggara dan Kapolres Baubau, karena aparatnya dianggap lamban menangani kasus pelecehan seksual yang dialami seorang siswi difabel hingga hamil lima bulan.
Awaludin membeberkan laporan sudah masuk sejak September 2024 yang lalu tapi tidak direspon cepat, maka PKC PMII Sultra menilai hal ini menunjukkan kelalaian serius dan pelanggaran hak korban yang seharusnya dilindungi sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Penyandang Disabilitas.
“Kami mengecam dampak lambannya penanganan ini. Aparat dari Kepolisian seharusnya memberikan perlindungan, bukan mengulur-ulur waktu dengan alasan minimnya bukti,” tegas Awaludin seraya menambahkan.
“Tes DNA dan langkah investigasi pro-aktif tentunya harus segera dilakukan sesuai KUHAP. Ini adalah hak korban yang dijamin oleh hukum”, lanjutnya.
Menurut Awaludin, alasan Polisi terkait kekurangan bukti tak bisa diterima dan justru mencerminkan ketidakseriusan dalam melindungi kelompok rentan. PKC PMII Sultra mendesak agar tindakan tegas diambil, termasuk pencopotan pimpinan kepolisian setempat jika tidak mampu menjalankan tugas dengan baik.
“Apa gunanya aparat penegak hukum jika setiap kasus kekerasan seksual harus nunggu setelah ada tekanan publik baru ditindaklanjuti, hal ini tanggungjawab mereka dan mereka harus bertindak cepat.” ucapnya.
PKC PMII Sultra menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi prioritas untuk perlihatkan bahwa hukum di Indonesia tidak pandang bulu, ketika menyangkut kelompok rentan seperti anak difabel. Sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Perlindungan Anak, neygara diwajibkan memberikan perlindungan khusus pada anak difabel yang jadi korban kekerasan. Kegagalan kepolisian dalam menangani kasus ini tidak hanya mencederai hak korban, tapi juga nunjukkan lemahnya penerapan undang-undang di lapangan.
“Kami akan terus desak Kapolri hingga kasus ini tuntas dan aparat yang terlibat dalam penanganan yang lamban harus pertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Awaludin dengan nada tinggi.
Kepolisian harus ingat bahwa posisinya ditempai untuk menegakkan hukum, bukan mengabaikannya. Jika ini tidak segera ditangani dengan serius, kami akan melibatkan elemen masyarakat luas untuk menuntut keadilan.
Siaran yang disampaikan ini sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan kasus itu, PKC PMII Sultra menyatakan kesiapan mereka untuk menggelar aksi besar-besaran. Mereka menilai bahwa tanpa adanya tekanan langsung dari masyarakat, aparat kepolisian tidak akan serius dalam menangani kasus ini. PKC PMII Sultra selain mendesak Kapolri, juga akan buat pengajuan aduan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Perlindungan Anak guna untuk memastikan bahwa hak-hak korban itu terlindungi sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Lanjutnya, PKC PMII Sultra sementara berkoordinasi dengan PB PMII untuk meminta audiensi dengan Kapolri agar evaluasi kinerja Kapolda dan Kapolres Baubau jajaran. Tidak boleh ada yang main-main bekerja dalam kasus ini.
“Masyarakat berhak atas aparat penegak hukum yang melindungi, bukan yang abai. Kami harap pemerintah dan masyarakat bersama-sama bergerak untuk memastikan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu”, tutupnya.
Terkait kasus dugaan pelecehan seksual terhadap penyandang difabel dan ada desakan dari pihak PKC PMII Sultra yang beritanya telah ditayangkan di media ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian setempat.(MNN/tim).