Medianusantaranews.com
JAKARTA (MN) – Pro kontra penggunaan hak angket meluas. Diketahui hak angket merupakan salah satu hak konstitusional yang dimiliki oleh DPR.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara Petrus Selestinus menilai, penggunaan hak angket atau interpelasi untuk menyatakan pendapat oleh DPR RI merupakan langkah yang tepat.
Menurut dia, tidak semua bentuk pelanggaran pemilihan umum (Pemilu) dan tidak semua pelaku maupun korban dapat diselesaikan lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Kecuali, peserta pemilu yang secara limitatif ditetapkan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Dengan demikian, maka langkah politik PDIP, Nasdem, PKB, dan PKS mendorong penggunaan hak angket menjadi langkah yang sangat tepat, urgent, strategis, dan konstitusional sehingga memerlukan dukungan publik yang meluas,” kata Petrus dalam siaran pers, Sabtu (24/2/2024).
Terlebih, MK saat ini berada pada posisi tidak merdeka usai putusan Nomor Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023. Di lembaga tersebut, masih ada Anwar Usman yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo. Putusan itu keluar saat Anwar Usman menjabat sebagai Ketua MK.
“Oleh karena kewenangan MK yang terbatas dan berada dalam permasalahan nepotisme dan dinasti politik, sehingga tingkat ketidakpercayaan publik terhadap MK semakin luas dan merata,” tutur dia.
Ia lantas menyebut pandangan pakar hukum tata negara sekaligus Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra, sesat dan partisan.
Diketahui, Yusril sempat menyatakan bahwa pihak yang kalah dalam Pilpres tidak dapat menggunakan hak angket DPR untuk menyelidiki kecurangan pemilu 2024. Seharusnya, pihak-pihak tersebut mencari penyelesaian ke MK.
Petrus menilai, kasus pelanggaran pemilu di mata publik saat ini sudah masuk kategori terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang sangat merugikan hak-hak rakyat pemilih. Masyarakat selaku pemegang kedaulatan tidak punya tempat untuk mendapat keadilan di MK. Oleh karena itu, masyarakat akan mencari jalannya untuk mengakhiri kecurangan Pemilu. Caranya adalah dengan penggunaan hak angket maupun lewat kekuatan massa mendesak Presiden Joko Widodo mundur dan Pilpres harus diulang.
“Instrumen politik di DPR yaitu penggunaan hak angket, menjadi kebutuhan dan pilihan langkah yang realistis, urgent, konstitusional, dan sangat strategis,” kata dia.
Terpisah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyampaikan, jika belum ada temuan yang dapat membatalkan dari hasil Pemilu 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menejalaskan, dalam UU Pemilu hanya ada pelanggaran pemilu bukan kecurangan pemilu.
“Ya pada titik ini tidak ada temuan Bawaslu yang bisa menyatakan bisa, kemudian mengambil kesimpulan demikian,” tutur Bagja dikutip Sabtu (24/2/2024).
Bagja mengatakan bahwa Bawaslu masih mengawasi penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU).
Lanjut Bagja, pembatalan Pemilu 2024 juga tergantung dari temuan-temuan di lapangan yang masih terus dilakukan.
“Apakah itu akan menghasilkan? Ada yang namanya pelanggaran administrasi TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) di Badan Pengawas Pemilu,” jelas Bagja.
Tak hanya itu Bagja juga menyebut, ada beberapa kriteria kolakfit yang harus dipenuhi persyaratannya.
“Itulah yang kemudian apakah bisa dibuktikan dan itu termasuk dalam jalur dalam keberatan atau juga permohonan di Bawaslu untuk mengadukan hal demikian,” kata Bagja.
“Kami dalam UU dan peraturan perundang-undangan, ada pintu-pintu yang demikian ada,” ujarnya.
Sementara praktisi hukum Indra Jaya SH MH CIL CME menilai, wacana menggulirkan hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sebatas wacana politik.
Menurut Indra hak angket tidak berpengaruh karena digulirkan dalam waktu yang terbatas yakni 8 bulan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024 mendatang.
“Hak angket itu kan, hak interpelasi, hak angket, penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah enggak sempat lagi, waktunya tidak akan cukup,” kata sekretaris DPD KAI Lampung ini
Ditegaskan Indra penanganan dugaan kecurangan Pemilu sudah diatur dalam undang-undang melalui Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), serta mengajukan gugatan sengketa ke MK.
“Saya kira clear dan jelas. Serahkan pada konstitusi,” sebut ketua LBH Ganas Annar provinsi Lampung ini.
Indra mengatakan, jika terjadi dugaan pelanggaran Pemilu 2024 serta perselisihan hasil, seharusnya dibawa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Mahkamah Konstitusi (MK), bukan melalui hak angket DPR.
“Sekiranya terjadi pelanggaran administrasi, jelas Bawaslu lah yang menangani. Kalau sekiranya ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini,” kata Indra
Menurut Indra, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah menjelaskan bahwa mekanisme penyelesaian permasalahan berkaitan dengan pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi, haruslah melalui jalur resmi yang tersedia.
Karena itu, Indra berharap, semua pihak untuk menghormati aturan hukum dalam UU Pemilu.
“Kita sebagai negara demokrasi yang besar, mari kita tegakkan demokrasi konstitusional dan di mana hukum menjadi panglimanya apalagi dalam prinsip penyelenggaraan pemilu adalah berkepastian hukum,” tukasnya. (hai)