Romli : Bila Terbukti Para Pelaku Terancam Hukuman Mati
BANDAR LAMPUNG, MNN.com – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam aliansi PEMATANK kembali melakukan unjuk rasa di halaman kantor Kejaksaan Tinggi Lampung, Rabu (15/07/2020).
Aliansi Pematank terdiri dari gabungan enam LSM yakni SOLID – KOMPTRAS – FAGAS-GPL- LANDA-TAMSIS.
Pihaknya menduga ada beberapa program kebijakan dan kegiatan yang digelontarkan melalui Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat yang tidak optimal dan terkesan menuai permasalahan dan merugikan masyarakat
Usai menyerahkan berkas ke Kejati Lampung, Suadi Romli selaku koordinator aksi kepada media ini menjelaskan, program bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat untuk mengatasi dampak Covid-l9 berupa beras 10 kg dan empat kaleng sarden diduga tidak layak kosumsi/berkualitas rendah yang seharusnya menggunakan beras yang memenuhi standar kualitas.
Kita mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat yang telah memberikan tugas kepada satker Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat untuk membantu masyarakat terdakpak Covid 19. Sayangnya kegiatan tersebut diduga disalahgunakan oleh segelintir oknum yang terindikasi KKN dan gratifikasi.
Ditambahkannya, beberapa kejanggalan yang berpotensi pada kerugian keuangan negara dan merugikan masyarakat bisa dilihat dari nilai seluruh bantuan bingkisan beras per paket yakni 10 kg dan empat kaleng sarden untuk satu keluarga dengan anggaran Rp.230 ribu/paket. Jika dihitung secara rinci, beras 10 Kg x Rp.11.000 = Rp.110.000, 4 kaleng sarden ukuran 425 x Rp.12.000 = Rp.48.000 jadi total dugaan mark-up Rp 108 ribu/paket. Apabila dikalian 35 ribu paket maka total kerugian negara mencapai Rp. 3,78 milyar.
Disisi lain pihak LSM menyoroti lemahnya pengawasan dari pihak Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat dalam mengawasi kegiatan program ini terutama pihak ketiga selaku distributor penyalur yang diduga dengan sengaja membiarkan penyaluran kurang lebih 10 ton beras berkualitas rendah tersebut menggunaan metode asal-asalan.
Ditambahkan Romly, dugaan kuat keterlibatan pihak ketiga dimana pada saat pelaksanaan kegiatan pengadaan tanpa adanya uji mutu atas kualitas beras.
Pihak Aliansi PEMATANK meminta dengan tegas dan menyampaikan sikap serta tuntutan agar bupati Lambar segera mencopot, memeriksa dan memproses pegawai di jajaran Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat yang terbukti melakukan upaya perlawanan hukum terkait kegiatan bantuan paket sembako penanggulangan Covid-19 yang ada di Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat.
Mendesak aparat penegak hukum khususmya Polda Lampung dan Kejaksaan Tinggi Lampung untuk memeriksa, Kadis, Kabid, hingga Rekanan dalam kegiatan di Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat tahun anggaran 2020 yang disinyalir terindikasi telah terjadi penyimpangan prosedur dengan mengondisikan kegiatan kepada pihak rekanan dengan cara diduga memberikan fee kepada oknum Dinas Sosial Kabupaten Lampung Barat.
Pihaknya melaporkan masalah ini ke Kejati Lampung karena aparat penegak hukum di Lampung Barat tidak melakukan aksi apapun terhadap dugaan perbuatan melawan hukum yang merugikan masyarakat banyak. Padahal menurutnya, jangan main-main terhadap penyimpangan anggaran Covid-19 ini karena bila terbukti bisa terancam hukuman mati.
“Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri telah mengingatkan semua pihak untuk tidak melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19. Saat itu Firli menegaskan, ancaman hukuman mati bagi para oknum yang melakukan praktik korupsi pada masa terjadinya bencana seperti pada masa pandemi Covid-19 saat ini,” ujarnya menirukan.
Bahkan tambahanya, Kapolri pun sudah menegaskan hal itu, pada pertengahan Juni lalu Kapolri mengaskan bahwa proses pidana untuk seluruh pelaku penyelewengan anggaran Covid-19 sudah disetujui oleh Presiden Jokowi. Presiden meminta agar Kepolisian menggigit oknum pejabat yang nekat melakukan aksi korupsi terkait anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia. Maka tak heran jika Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menegaskan dalam situasi kondisi pandemi seperti ini apabila ada yang menyalahgunakan anggaran maka akan di “sikat” karena Polri tidak pernah ragu untuk memproses secara pidana
Ditempat terpisah salah seorang peneliti kebijakan publik Dr. Yunada Arpan mengatakan, unsur dari perbuatan korupsi bukan pada kerugian negara. Unsur korupsi terpenuhi jika ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Artinya, ada atau tidak ada pengembalian kerugian negara, sepanjang ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, maka delik itu terpenuhi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana korupsi.
Namun, dalam praktiknya, akan sulit membedakan mana pelanggaran administrasi dan mana pelanggaran pidana. Termasuk pelanggaran administrasi yang berkaitan erat dengan pelanggaran pidana. Oleh karena itu, kata Yunada, indikatornya sebaiknya pada bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan menjadi penyidikan atau tidak.
Misalnya Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi maka akan ditangani di internal kelembagaan. Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, maka aparat hukum menindaklanjutinya. “Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke Aparat Penegak Hukum, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian,” ujarnya. (Indera)